MENIKMATI PESTA DEMOKRASI



Wasid Mansyur*

Rabu, tanggal 27 November 2024 menjadi momentum sejarah penting bagi masa depan bangsa sebab pada hari ini, rakyat akan merayakan pesta demokrasi dalam rangka untuk memilih calon terbaik dari anak bangsa yang layak memimpin di daerahnya masing-masing, baik tingkat kabupaten/kota atau tingkat propinsi. Semua berharap kepemimpinan baru nanti memberikan harapan baru bagi rakyat kaitan perubahan hidup, tentang kesejahteraan, rasa kenyamanan akses, kebutuhan pokok bisa terjangkau dan lain-lain. Pastinya, para calon sudah berkampanye dengan program yang ditawarkan, sementara para pemilih yang akan menentukan ke mana arah pilihannya dengan mempertimbangkan rekam jejak para calon yang berkontestasi.

Ibarat pesta, pilkada serentak sebagai keniscayaan dalam sistem politik demokrasi sehingga setiap orang memiliki hak suara. Tidak mungkin pilihan setiap orang sama antara yang satu dengan yang lain sebagaimana dalam pesta pernikahan, pilihan makanan dan minuman bagi yang menghadirinya pasti tidak sama. Setiap pilihan selalu berdasar pada keinginan dan selera makanan, begitu juga yang lain memiliki selera yang berbeda. Karenanya, jangan paksakan orang lain memilih makanan atau minuman tertentu sama dengan anda. Dengan makna yang berbeda, jangan paksa orang lain memilih calon tertentu yang sama dengan anda, misalnya dengan cara money politik dan sejenisnya.

Jadikan pilkada serentak kali ini sebagai pesta demokrasi yang riang gembira dengan tidak ada teror, paksa memaksa dan lain-lain. Pastinya, pilkada ini adalah wasilah, bukan tujuan sehingga tidak perlu harus melalui proses mati-matian dengan mengorbankan nyawa. Kasus yang menimpa di Sampang baru-baru ini layak menjadi pelajaran berharga bahwa apapun yang terjadi, proses-proses dalam pilkada bukan untuk mematikan akal budi kita sehingga bertindak tidak wajar, apalagi nyawa sebagai taruhannya.

Dalam arti, proses kampanye telah usai, dan rakyat akan memilih siapa yang layak sesuai dengan hati nuraninya. Maka, apapun hasilnya sikap legowo harus ditanamkan sejak dini sebab dalam setiap kontestasi semua berharap menang, padahal yang menang pasti hanya satu pasangan calon.

Di tempat yang berbeda, kegembiraan para memilih menikmati pesta demokrasi juga harus didukung oleh penyelenggaraan pemilu yang benar-benar tegas dalam memegang aturan. Netralitralitas penyelenggara pilkada, baik KPU maupun Bawaslu hingga PPK, PPS dan KPPS, harus bergerak dengan hati nurani dengan tidak berpihak kepada salah satu calon sebab mereka semua juga tidak digaji oleh calon tertentu, melainkan oleh uang rakyat. Bergerak mensukseskan pilkada dengan hati nurani ini penting sebab keperpihakan pada calon tertentu akan merusak substansi proses pilkada sebagai ajang pesta demokrasi. Lebih parah lagi, akan menjadi pemantik kekecewaan calon lain _terlebih yang kalah_ sehingga juga berpotensi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

 

Terwujudnya Harapan

Suara rakyat dalam setiap proses pemilu, termasuk pilkada serentak kali ini bukanlah sekedar formalitas suara, tapi memuat harapan baru tentang masa depan bangsa kaitan kesejahteraan, murahnya bahan pokok, dan lain-lain. Dengan semangat menjaga harapan itu, terdapat dua hal penting agar proses demokrasi dalam pilkada ini memberikan kegembiraan. Pertama, tetap menjaga harmoni dalam setiap proses, apalagi pasca pilkada dilaksanakan dimana proses penghitungan suara akan menentukan siapa pemenangnya.

Kita sebagai bagian dari anak bangsa, sekali kali, juga ikut sedih melihat kejadian di Sampang baru-baru ini. Betapa kegembiraan proses pesta demokrasi menjadi mengerikan dengan nyawa yang hilang Apapun alasannya, tidak ada pembenaran hal itu bisa terjadi, apalagi bertentangan dengan hukum. Mengingat politik demokrasi adalah soal bagaimana sejatinya suara rakyat diberi kebebasan memilih, sekaligus bagaimana kekuasaan yang diperebutkan juga menjadi sarana untuk mewujudkan nilai-nilai substansi dari demokrasi untuk kemaslahatan rakyat.

Kedua, komitmen mewujudkan kemaslahatan. Siapapun yang jadi sebagai pemenang dalam pilkada serentak _baik di kabupaten/kota hingga propinsi_ nanti harus diterima dengan legowo. Kalaupun _misalnya_ ada yang terjadi kecurangan, maka proses harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang di atur agar martabat proses berpilkada tetap berjalan dengan baik. Walau dengan itu, pasti akhirnya juga tetap harus ada sikap legowo sebab semua akan berujung hadirnya pemenang satu pasangan calon dengan suara yang terbesar.

Terlepas dari itu, hal yang terpenting dari itu semua adalah bagaimana kemaslahatan bagi rakyat sebagai janji dalam setiap kampanye benar-benar terwujud dalam semua kebijakan setelah kekuasaan secara defacto berhasil direbut. Jika tidak, sama artinya pesta pilkada serentak tetap saja akhirnya tidak memberikan kegembiraan substansial bagi rakyat, bahkan yang muncul kecewaan berkali-kali sehingga tidak salah penulis sering mendengar wong cilik berbunyi: “setiap kate pemilu mesti rame. Tapi bar pemilu sepi lan lali.

Akhirnya, semoga pilkada serentak ini penuh dengan harmoni dan menjadi harapan baik bagi lahirnya pemimpin daerah yang terbaik dengan ciri-ciri memiliki komitmen untuk membumikan kebijakan penuh maslahah, mengingat sejatinya mereka semua adalah pelayan rakyat (sayyid al-nas khodimuhum). Semoga dan selamat memilih.   

........................................

Pemerhati Sosial Keagamaan, Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UINSA Surabaya.

Gambar  sebagai tanda pemanis dikutip dari: https://rakyatsulsel.fajar.co.id/2024/02/01/pilkada-serentak-27-november/




Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.