SYAIFULLAH NAWAWI, JURNALIS NU PENUH DEDIKASI*
Kabar meninggalnya Sahabat, Senior dan Tretan Syaifullah Nawawi menyebar di group para aktivis NU dan Pesantren pukul 10.00, dan ucapan belasungkawa terus mengalir baik pribadi maupun atas nama organisasi, mengingat Pak Ipul (biasanya dipanggil) dikenal sebagai salah satu Jurnalis senior NU. Banyak yang dibuatnya kaget dan sedih, tapi begitulah kematian akan hadir menyertai kehidupan kita yang masih hidup. Idza jaa ajaluhum fata yastakkhiruna sa'atan wala yastaqdimun.
Kabar kematian Pak Ipul sejatinya mengingatkan kita semua bahwa kematian tidak perlu ditakuti, tapi yang perlu ditakuti adalah pasca kematian kita miskin amal kebajikan. pak Ipul adalah salah satu dari sekian jurnalis NU yang dedikasinya sulit diragukan terlebih dalam mengawal tradisi jurnalistik di lingkungan kader-kader NU. Banyak kader NU yang sukses hari ini dalam tradisi tulis menulis tidak lepas dari sentuhan dingin dan kontribusi Pak Ipul sepanjang hayatnya dalam mengajari jurnalistik dan literasi.
Begitu besar dedikasinya ini, bahkan tidak pernah hilang walau ia terbaring lama di Rumah Sakit RSAL Surabaya. Dalam salah satu kesempatan penulis berkunjung ke rumah sakit, Jum'at tanggal 17 Mei 2024 bersama Gus Ahmad Najib (Ketua PW LTN NU Jawa Timur) dan Gus Ifdhol Maghfur, pak Ipul masih terbaring dan tetap bisa komunikasi dengan para tamu sambil menahan sedikit sakit pinggang. Namun, kami berusaha menghiburnya agar ia tetap sabar dan kuat, teriring doa agar sembuh. Tidak disangka-sangka sebelum pulang dari rumah sakit terjadi dialog ringan antara pak Ipul dengan Gus Najib:
Gus Najib : pak Ipul, seng sabar dan kuat. Insyallah sembuh. Mangke lek waras, dikurangi aktivitas turba.
Pak Ipul: Inggih Gus. Pandungane dan maturnuwun. Kulo memandang kaderisasi jurnalistik harus terus dilakukan. Boten saget, sekedar pelatihan mawon. Perlu didampingi terus, sekaligus diberikan semangat walau akhirnya harus turba ke rumah-rumah kader.
...............
Melihat jawaban di atas, Pak Ipul tipikan sosok sedikit bicara, tapi banyak bekerja apalagi berkaitan dengan penguatan jurnalistik di lingkungan NU dan Pesantren. Dalam kondisi berbaring dirumah sakit, ia masih berpikir serius tentang jurnalisme NU dan pesantren dalam bingkai melatih dan pentingnya merawat kader.
Jawaban Pak Ipul bukanlah omongan kosong tanpa makna, terbukti ia tidak lelah turba ke berbagai daerah di Jawa Timur; mulai memberikan pelatihan jurnalistik hingga sekedar menyapa beberapa kader binaannya di beberapa daerah se-Jatim dalam rangka memberikan semangat agar mereka tidak kendor mengabdi di NU melalui jalur tulis-menulis. Tradisi menyapa kader binaannya, walau ditempo dengan perjalanan berkilo-kilo di berbagai daerah se-Jawa Timur, merupakan bukti dari bagian jihad jurnalistik Pak Ipul hingga akhir hayatnya.
Kita layak belajar kepada Pak Ipul dalam menjaga regenerasi organisasi, khususnya di lingkungan NU, agar terus stabil dalam semangat pengabdian. Tulisan dan pikiran Pak Ipul telah banyak mewarnai media-media NU baik cetak maupun online, khususnya Majalah Aula dan NU Online Jatim. Kader-kadernya tumbuh subur di berbagai tempat, meneruskan apa yang dilakukan pak Ipul dalam tradisi tulis-menulis di lingkungan NU. Semoga semuanya menjadi bukti dedikasinya, sekaligus menjadi amal jariyaah baginya sehingga mengantarkannya menjadi Hamba yang selalu mendapat rahmatNya berkat mencintai NU
Akhirnya, selamat jalan Pak Ipul; teman, sahabat, senior dan tretan. Semoga semuanya dimudahkan oleh Allah Swt. Inna lillahi wa inna ilahi rajiun. Al-Fatihah.
Makam Pak Syaifullah Nawawi di desa Mlaras Sumobito Jombang
....
*Wasid Mansyur
Leave a Comment