"NGOPI" KEHIDUPAN
Pagi yang cerah tanggal 3 Mei 2024 bersamaan dengan hari Jum’at penuh keberkahan, sebagaimana menjadi keyakinan setiap Muslim berdasar pada teks-teks normatif Islam, penulis tertarik dengan kata “Ngopi” atau kopi yang muncul melalui group whatsAp, termasuk media sosial lainnya sehingga penulispun juga membalas dengan komentar yang sama, yakni tidak jauh dengan bab kopi dan “Ngopi”. Salah satu ungkapan yang ditemukan berkaitan dengan kata Kopi dan pemaknaannya adalah tulisan sahabat penulis di group WhatSAp Madzhab Wonocolo dengan inisial sesuai yang tertera di hand phone bernama Suwita Alumni UINSA sebagai berikut:
“KOPI malam.... Konon Air
Putih pernah menaruh cemburu pada secangkir Kopi. Alangkah menyenangkan jadi
dirimu wahai Kopi sering difoto-foto ditulis kata-kata inspiratif dan
filosofis. Kopi pun menjawab, hidupmu lebih bermakna wahai Air Putih. Walau tak
pernah difoto, namun kau selalu dibutuhkan semua orang. Hidup ini sawang sinawang,
masing masing orang ada kelebihan dan ada kekurangan. Selamat malam, selamat
istirahat dan bahagia selalu.”
Karenanya, tulisan Sahabat
Suwita ini mendorong penulis untuk memaknai lebih lanjut kaitan kopi dan kehidupan
kita. Diakui atau tidak, cita rasa kopi yang khas pahit, walau tidak jarang ditambah
gula sesuai dengan selera penikmatnya, memiliki keistimewaan dibandingkan
minuman yang lain, apalagi ‘Ngopi” dipagi hari dalam kondisi dingin. Bahkan cita
rasa ini diakui atau tidak dapat menambah semangat kerja seseorang sehingga
terlepas dari kantuk dan dengan mudah fokus pada apa yang dikerjakan. Hal ini, tidak
lepas dari zat kafein yang ada dalam kopi yang hampir tidak dimiliki oleh
minuman lainnya.
Manfaat khas yang
dimiliki kopi lantas menjadi sebab ia dicari banyak orang dari berbagai
kalangan, baik laki-laki maupun perempuan atau baik rakyat biasa maupun orang
berpangkat. Banyaknya penikmat kopi lama-kelamaan menjadi lifestyle kehidupan
masyarakat perkotaan seiring dengan bisnis warung kopi terus berkembang pesat
dan mewabah di berbagai tempat. Bahkan, antar warkop yang satu dengan yang lain
saling bersaing untuk memberikan pelayanan terbaik bagi para penikmat kopi,
misalnya adanya gorengan pisang sebagai penyanding, sate usus ayam hingga penyediaan
wifi gratis.
Di sisi yang berbeda, begitu
pentingnya Kopi, tidak sedikit ulama terpantik untuk membahasnya, termasuk
ulama Nusantara, dalam beragam karya yang dihasilkan; mulai membahas asal usul kopi,
karakteristik kopi hingga hukum mengopi. Sebut saja misalnya, kitab Risalatun
fi al-Syay wa al-Qohwati wa al-Dhukhani karya Syekh Jamalud al-Din
al-Qasimi Damaskus (1866-1914), kitab Tadzkirat al-Ikhwan fi Bayan al-Qahwati wa al-Dukhan, Karya KH. Ahmad Dahlan al-Termasi al-Samarani
(1862-1911), Irsyad al-Ikhwan fi Bayan Ahkam Syurb al-Qahwati
wa al-Dukhan, Karya Syekh Ihsan ibn Dahlan aL-Jampesi al-Kadiri (1901-1952),
dan lain-lain.
Bila ditilik atas bahasan
kopi ini, salah satu kalimat panjang yang dikutip dari karya al-Qasimi (lihat
17-18) penting sebagai pengingat bagi penikmat kopi sebagai berikut:
وفى المجلة الصحية أن من فوائد القهوة أنها تنبه عمل الدباغ وتساعد على السهر
الطويل ولذلك ترى أن أكثر المشتغلين بالأعمال العقليه يشربون القهوة لأن الأرق الناشئ
عن شربها لا يصحبها إنزعاج ولا تعب ويلبث معه الفكر جليا هادئا وإذا أفرط المرأ فى
شرب القهوة فقد يشعر بتعب وقلق على فم المعدة والإستمرار ربما يورث ضعفا فى أعضاء
التناسل غير أن هذه الأعراض تزول بالإمتناع عن شربها.
“Dalam jurnal kesehatan disebutkan bahwa salah satu manfaat kopi
adalah bahwa ia membangkitkan daya ingat pekerjaan penyamak kulit dan membantu
untuk tetap terjaga lama (baca: lembur). Oleh karena itu, anda akan melihat
bahwa sebagian besar orang yang sibuk dengan berpikir, maka mereka akan minum
kopi karena insomnia yang timbul dari meminumnya tidak disertai dengan
ketidaknyamanan atau kelelahan, bahkan pikiran bisa jernih dan tenang. Namun, Jika
seseorang minum kopi berlebihan, maka dipastikan akan merasa lelah dan cemas di
bibir perut. Bahkan, terus-menerus minum kopi akan memantik lemahnya organ
reproduksi. Tetapi, gejala-gejala ini akan hilang dengan sendirinya seiring
dengan adanya upaya untuk menahan diri dengan tidak meminum kopi.”
Dari sini, bisa dipahami
bahwa kopi adalah bagian dari proses perjalanan kehidupan manusia dalam rentan
waktu yang sangat panjang. Tidak sedikit, peradaban bangsa terbentuk dengan baik
dan maju disebabkan oleh peran kopi yang membangkitkan penikmatnya dalam
kerja-kerja inovatif, pikiran cerdas dan fokus pada target impian. Walau dalam konteks
tertentu, menjamurnya warkop saat ini, harus dimaknai berbeda dalam bingkai
peradaban kopi dan kehidupan kita masa kini di tengah gencarnya pergerakan gadget
juga sulit dibendung dalam mempengaruhinya.
Sebagai
Pemantik
Sebagai bagian
dari keseharian dalam hidup, maka kopi dipandang sebagian orang sebagai salah
satu penyerta minuman yang sangat penting. Bahkan menjadi penegas diri kita
dengan orang lain, khususnya bagi mereka yang tidak “ngopi”, bahkan para
pembenci kopi. Karenanya, sebagian ulama memandang bahwa hukum meminum kopi
bergantung pada tujuannya. Dasar pikir ini dengan mempertimbangkan bahwa tidak
ada teks qath’i yang menegaskan bahwa kopi itu haram sehingga kaedah fikih al-wasail
hukmu al-maqasid (Perantara hukumnya sama dengan tujuannya) menjadi
pertimbangan dalam menentukan halal haramnya kopi, di samping kaedah lain yang
berkaitan dengan dharar dan maslalah.
Implikasi
dari al-wasail hukmu al-maqasid kaitan dengan “Ngopi” ini memastikan bahwa kita tidak boleh berpikir
bahwa “Ngopi” adalah aktivitas sebagai tujuan hidup sehingga konsekwensi
seseorang hari-harinya selalu diisi dengan “ngopa-ngopi” dari satu tempat ke
tempat lain. “Ngopi” harusnya tetap ditempatkan sebagai perantara atau media
dan pemantik untuk menuju hal lain sebagai target hidup. Jika yang dituju
adalah bernilai ibadah dan memantik berpikir hal-hal penuh dengan kemaslahatan,
maka “Ngopi” itu bernilai positif dan bisa jadi berpahala. Begitu juga
sebaliknya, jika “Ngopi” tidak ada unsur kemaslahatannya, bahkan menjadi sebab
banyak waktu tersia-sia tanpa makna atau –bahkan_ larut dalam kemaksiatan, maka
lebih baik “Ngopi” di warkop ditinggalkan.
Bukannya,
semua tindakan, termasuk “Ngopi”, harus ditimbang berdasarkan sisi baiknya (maslahah)
di satu sisi dan sisi kerusakannya (mafsadah) di sisi yang berbeda. Hal ini
mengingatkan nilai propetik bahwa setiap tindakan atau ucapan apapun yang dilakukan
setiap Muslim harus dilakukan dengan penuh renungan. Renungan dalam rangka
memastikan apakah tindakan atau ucapan itu baik, maka lanjutkan. Jika tindakan
atau ucapan itu jelek maka bersegera untuk meninggalkannya.
Jangan konteks kehidupan yang lebih luas juga demikian, bahwa hal-hal yang sebenarnya media, pemantik atau perantara, jangan pernah dijadikan sebagai tujuan agar hidup tidak terjebak pada kesenangan atau kebahagian yang semu dan temporal. Politik kekuasaan atau aktif dalam organisasi tertentu, misalnya, jika dijadikan tujuan maka dapat dipastikan pelakunya hanya berpikir pemenuhan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya saja, alih-alih mau berpikir kemaslahatan yang sifatnya umum.
Akhirnya, jadikan “Ngopi” sebagai perantara kita untuk silaturrahim antar sesama sambil dalam waktu yang bersamaan membincangkan hal-hal positif kaitan dengan hidup dan kehidupan. Atau menjadikannya sebagai pemantik agar kita semangat membaca atau berdzikir, ketika kantuk sudah mulai menyerang. Selamat “Ngopi” dan Jangan lupa mengajak yang lain agar hidup semakin hidup.
.......
gambar dikutip dari group WhatsApp Alumni Adab 99
Leave a Comment