SYAHRIR DAN MAKNA KEMERDEKAAN
Wasid Mansyur *
Setiap memasuki bulan Agustus, kita menyaksikan pernak-pernik perayaan kemerdekaan yang dilakukan di berbagai daerah; mulai meremajakan berem dengan mengecat, pemasangan ombul-ombul, lampu hias hingga mengibarkan bendera kebangsaan Merah Putih mulai tanggal 1 Agustus hingga akhir Agustus. Tak jarang, untuk menambahkan nuansa hari kemerdekaan ini semakin ramai, diadakanlah berbagai macam lomba sehingga semua lapisan masyarakat terasa senang dan menikmati hiburan tahunan.
Dengan begitu, anak, remaja, pemuda hingga kalangan dewasa ikut larut dalam setiap perlombaan dengan berbagai macam bentuknya. Intinya, perlombaan dalam rangka peringatan kemerdekaan ini menjadi ajang bertemunya anak bangsa, minimal dalam wilayah paling kecil tingkat RT menjadi sarana hiburan hingga momentum silaturrahim antar warga.
Namun, menjadi kurang manfaat, untuk tidak mengatakan rugi, tradisi peringatan seperti ini bila kemudian hanya menjadi sekedar formalitas belaka. Pasalnya, formalitas sering kali mengantarkan seseorang terjebak pada rutinitas, yang ujung-ujungnya miskin nilai sehingga kurang memberikan injeksi positif bagi mentalitas kita sebagai bangsa yang merdeka ke-78; sejak diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Hakikat Merdeka
Nama Sutan Syahrir menjadi salah penting untuk direnungkan gagasannya kaitan dengan hakikat kemerdekaan. Syahrir, selanjutnya disebut adalah salah satu tokoh intelektual progresif-revolusioner yang dipandang cukup berjasa __bersama tokoh-tokoh yang lain_ dalam semangat mengantarkan Indonesia merdeka, sekaligus pembentukan karakternya sebagai bagian dari proses nation building. Pastinya, dengan segala pro dan kontra kaitan paham dan geralan revolusionernya.
Syahrir dalam salah satu kesempatan menulis Risalah berjudul "Perjoeangan Kita" yang didalamnya menawarkan gagasan progresif dan kritis untuk ikhtiyar dalam menyamakan persepsi antar anak bangsa, bahwa perjuangan nasib rakyat bukanlah problem pribadi, melainkan problem semua anak bangsa. Risalah ini sebagaimana disebutkan selesai dan dipublikasi pada tanggal 10 November 1945, hari yang dikenal dengan hari Pahlawan.
Kaitan dengan kemerdekaan, Syahrir mengatakan dalam risalah ini sebagai berikut:
"Bagi kita kemenangan yang berarti ialah kemenangan yang berisi, bukan kemenangan nama dan kehormatan saja." "Jika kita hargakan Indonesia merdeka kita dengan harga demokrasi yang tulen, maka di dalam perjuangan politik kita terhadap dunia isinya itu yang dipertarungkan."
Gagasan Syahrir menjadi penegasan, Pertama, soal bagaimana pentingnya isi setelah menang dari penjajah. Merdeka secara fisik itu penting, tapi mengisi dengan nilai-nilai ideologis juga sangat penting. Karenanya sebutan nama sebagai bangsa Indonesia dengan nilai kehormatannya, kurang memberikan makna bila tidak ada komitmen pada pembumian nilai-nilai ideologis yang berkaitan dengan kemaslahatan rakyat.
Kemerdekaan yang kita rayakan tahun 2023 harus menjadi refleksi bersama, sejauh mana persoalan isi menjadi perhatian semua elemen anak bangsa, terlebih para pemegang kebijakan. Ketika masa penjajahan, rakyat mengalami berbagai penyakit sosial akibat adanya tanam paksa, misalnya, maka dalam konteks peringatan kemerdekaan ini sudah seharusnya dikikis betul dengan membumikan spirit kemanusiaan dengan menjamin bahwa semua anak bangsa bebas dari penyakit sosial menuju masyarakat yang tersejahterakan, baik ekonomi, pendidikan, budaya dan lain-lain.
Kedua, menggerakkan demokrasi, mewujudkan isi kemerdekaan. Maksudnya, apa yang dikatakan Syahrir adalah ajakan kaitan pentingnya demokrasi yang dijuangkan oleh para politisi melalui partai politik harus betul-betul berisi sesuai isi perjuangan semangat kemerdekaan.
Parpol tidak bisa seenaknya berpikir primordial, tanpa dibarengi komitmen bagaimana parpol itu sendiri terlibat mewujudkan demokrasi berbasis kemaslahatan. Ajakan Syahrir ini urgen direnungi bersama di tengah peringatan hari kemerdekaan 2023, apalagi menjelang pemilihan umum pada tahun 2024. Sebagai pemilih, jangan tersilau amplopnya, tapi seleksi betul caleg-calegnya dengan membaca rekam jejak mereka sebab dengan cara ini; setidaknya kita ikut berkontribusi melahirkan politisi unggul yang berkomitmen mengawal isi kemerdekaan.
Akhirnya, demokrasi substansial yang diinginkan oleh Syahrir, bukan demokrasi serimonial, yakni setelah berkuasa semuanya sirna, alih-alih berkomitmen mewujudkan nilai-nilai ideologi kebangsaan sebagaimana menjadi komitmen memperhatikan isi kemerdekaan. Semoga kecintaan kita pada bangsa semakin kuat sebab "hubbu al-wathan min al-Iman." Amin..
Bandung, 8 Agustus 2023
* Pemerhati Kajian Tokoh, aktivis PW GP Ansor Jatim, Dosen Fahum UIN Sunan Ampel Surabaya
Leave a Comment