DUNIA SOPIE DAN KEBAHAGIAAN
Satu hal yang berarti dari silaturrahim ---sesuai salah satu pesan Nabi
SAW-- adalah keluasan rizki. Rizki ini bisa dimaknai fisik, bisa juga dimaknai
non fisik, misalnya bertambahnya ilmu, persahabatan terus merekat dan
lain-lain. Hal ini cukup dirasakan penulis ketika bersilaturrahim –bersama Gus
Fattahul Anjab—ke Kiai Muda, ‘Alim dan energik, yakni KH. Abdul Latif Malik Tambak
Beras Jombang, pengasuh pondok pesantren, sekaligus aktivis NU yang sekarang
tercatat sebagai salah satu Katib Syuriah PBNU Masa Khidmah 2022-2027.
Salah satu nikmat bersilaturrahim kepada Kiai Latif –tanggal 13 Maret 2022--adalah
siraman ilmu yang melimpah dengan semangatnya selama hampir 2 Jam, walau
sebenarnya Kiai muda ini sedang menahan rasa sakit di kaki (semoga segera sehat
Yi dan sehat selalu). Di samping nikmat tidak kalah besarnya bagi penulis
adalah pemberian buku berjudul ‘Alam Sufi: Riwayatun Hawla Tarikh
al-Falsafah, yang dibelinya di Syriah. Penulis juga tidak membayangkan
diberi kitab ini, walau hanya “kemerentek: dalam hati semoga ingat komentar pesan
via FB, ketika Kiai Latif berkunjung ke Syriah sambil menyebarkan video pendek
saat berkunjung ke salah satu toko buku di Syriah di FBnya tertanggal 6
November 2021.
Ternyata, tanpa mengingatkan, beliau sendiri bilang, oya ustad doktor, kitabnya ada disini. Luar bisa masih ingat, dan membaca “kerentek” penulis, walau komentar di FB yang sudah 5 bulan sebenarnya hanya bercanda, tidak penuh dalam keseriusan untuk mohon dibelikan. Hanya menggunakan kalimat pendek sebagai komentar video pendek Kiai Latif, “Bikin Ngiler” dan “Alam Sufi”. Dengan penuh kegirangan, penulis ucapkan matur nuwun Kiai dan semoga berkah sambil memohon untuk meminta photo bersama di dalem.
.............
Tentang Buku ini
Kaitan dengan judul buku ini, penulis menyangka awalnya berkaitan dengan
dunia tasawuf dalam bingkai sejarah filsafat. Tapi ketika membaca secara pelan dan
hati di halaman cover belakang, ternyata yang dimaksud “Alam Sufi” dalam judul
inti berarti “Dunia Sopie” Karya Jostein Gaarder. Karenanya, judul buku ini,
jika diindonesiakan berjudul Dunia Sophie; Sebuah Novel Sejarah Filsafat, yang
sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dari teks berbahasa inggris berjudul
Sophie’s World: A Novel About the History of Philosophy. Padahal, buku
ini aslinya dari bahasa Norwegia dengan judul Sofies Verden: Roman om
Filosofiens Historie.
Oleh karenanya, penulis sebenarnya akrab dengan buku ini ketika masih
S1, walau dengan redaksi terjemahan terbitan Mizan tahun 1996. Tapi, memang
redaksi berbahasa Arab ini terasa lebih menikmati karena diterjemahkan dari
bahasa Norwegia, sementara yang versi Indonesia diterjemahkan dari versi bahasa
Inggris. Pasalnya, buku ini termasuk buku populer dan sempat menyihir banyak
pembaca di seluruh dunia sehingga diterjemahkan ke dalam 59 bahasa, termasuk versi
bahasa Arab yang diterjemahkan oleh Hayah al-Huwaik ‘Athiyyah.
Secara umum buku ini adalah novel sejarah pengantar filsafat dengan
tokoh utamanya Sopie dan Alberto Knox. Banyak pengetahuan filosofis dalam buku
ini, yang tidak mungkin diungkap semuanya dalam tulisan sederhana ini. Penulis
hanya mengutip beberapa penjelasan dari redaksi Arab dengan bahasan “Ilmu
Akhlak” atau dalam redaksi Indonesianya berjudul Etika.
Salah satu point yang diungkapkan adalah berkaitan dengan kebahagiaan
sebagai berikut:
لا يكون الإنسان سعيدا إلا إذا نمى كل القدرات التى يملكها بالقوة. كان
أرسطو يميز ثلاثة أنواع من السعادة: الشكل الأول هو الحياة فى المتعة والتسلية.
الشكل الثاني هو أن تعيش كمواطن حر ومسؤول. الشكل الثالث هو أن تعيش عالما و فيلوسفا.
“Manusia tidak bisa dikatakan bahagia, kecuali jika ia mampu
mengembangkan segala potensi yang dimilikinya dengan kuat. Aristoteles
membedakan bentuk kebahagian menjadi tiga. Bentuk pertama adalah hidup dalam
kesenangan dan rilek. Bentuk kedua adalah hidup sebagai warga negara yang bebas
dan bertanggung jawab. Dan bentuk ketiga adalah hidup menjadi intelektual dan filosof.”
Pastinya pandangan ini sangat filosofis-aristotelian, walau tidak
semuanya bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Misalnya, secara konkrit Nabi
SAW pernah menyebutkan empat kebahagian, yaitu istri sholihah, tempat tinggal
yang lapang, tetangga yang saleh, dan kendaraan yang nyaman. Walau begitu, semuanya
tidak berdiri sendiri, melainkan bersinergi dalam keseimbangan. Sama hal kepala
manusia tidak berfungsi sendirian, melainkan ditopang oleh badan dan anggota
tubuh lainnya sehingga layak dikatakan manusia ahsan al-Taqwim.
Maka keseimbangan peran dalam hidup apapun mengantarkan seseorang larut
dalam kebahagiaan. Makan tidak berlebihan, begitu juga minum sebab jika berlebihan
berpotensi menyebabkan datangnya penyakit dan tidak bahagian. Karenanya, cukup
beralasan bila kemudian muncul poin kedua dalam buku ini bahwa:
العيش بالتوازن والإعتدال هو الوسيلة الوحيدة للإنسان كي يعرف السعادة أو
التناغم.
“Hidup dengan _spirit_ moderasi atau keseimbangan merupakan jalan yang
tidak ada bandingannya dalam mengantarkan seseorang mengenal akan kebahagian
dan harmoni.”
Bila direnungkan dengan serius, poin ini sangat relevan dalam konteks
kehidupan beragama (khususnya Islam). Betapa tidak, ekstrem kanan yang menyebabkan
pada munculnya fundamentalisme atau radikalisme seringkali melahirkan tindakan
kaku, keras hingga menghalalkan pembunuhan kepada sesama. Begitu juga ekstrem kiri
telah melahirkan liberalisasi dalam beragama sehingga cenderung meng”hamba”
pada rasionalitas, dan menafikan kesakralan teks suci agama. Akibatnya, spiritualitas beragama sering kali tidak terasa,
untuk tidak mengatakan penganutnya mengalami kekeringan hati.
Akhirnya, penulis ingin katakan bahwa buku Dunia Sopie atau ‘Alam Sufi
dalam versi Arab sangat layak dibaca –termasuk didiskusikan-- dalam membersamai
keseharian kita agar kaya perspektif dalam memahami isu-isu kehidupan. Pastinya,
dalam narasi pikir dan nilai filosofis. Alasannya, jelas poin-poin pikiran
dalam buku ini banyak yang sangat relevan dalam konteks kehidupan terkini
sebagaimana, misalnya poin pikiran di atas. Semoga sehat sedoyo dan bahagia selalu.
Leave a Comment