HIKMAH PUASA: PERKUAT SOLIDARITAS DI TENGAH PANDEMI CORONA
Budi
Harianto,S.Hum.,M.Fil.I
Ketua Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin, Adab,
dan Dakwah (FUAD) IAIN Tulungagung
Ibn Khaldun seorang Filosof
Muslim sekaligus Sosiolog Muslim yang memiliki karya monumental yaitu Muqoddimah, mengatakan agama merupakan kekuasaan
integrasi, perukun dan penyatu. Hal tersebut dikarenakan agama memiliki
semangat yang bisa meredakan berbagai konflik. Namun demikian, peran agama akan
lebih banyak artinya, apabila ia menggunakan ‘ashabiyyah dalam merealisir kebenaran itu sendiri.
Sedangkan menurut Aristoteles seorang Filosof Yunani sebagaimana dikutip oleh Ellwood dalam bukunya A History of Social Philosopy mengartikan aporisme Aristoteles yang berbunyi manusia adalah zoon politicon atau a political animal dengan man is naturally a community animal.
Menurut kedua filosof tersebut berati manusia mememiliki rasa solidaritas yang tinggi. Bahkan agama sebenarnya juga merupakan sebuah perekat solidaritas, meskipun akibat mengamalkan agama yang tidak sesuai dari esensi agama itu sendiri juga bisa memicu konflik. Islam sendiri mengajarkan umatnya untuk menjaga kerukunan dan dilarang bercerai berai. Hal ini senada dengan Firman Alllah SWT dalam surat Al-Hujurat: 10 yang artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya orang-orang
yang beriman itu bersaudara. karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu (yang berselisih) itu dan bertaqwalah pada Allah, agar kamu
mendapat rahmat”
Bulan Ramadlan yang penuh rahmat ini, mari
lakukan pergerakan dalam amaliah kita, yakni pergerakan yang terus mengalami
peningkatan. Pergerakan dari amal baik menuju amal yang lebih baik. Pergerakan
dari keshalihan individu menuju keshalihan sosial. Dari keshalihan sosial
menuju keshalihan publik.
Setiap tahun Ramadhan menyapa kita. Lalu adakah
pergerakan peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan dalam diri kita?
Sesungguhnya bulan Ramadhan adalah bulan pergerakan untuk menggapai rahmat dengan cara mewujudkan
keshalihan individu, sosial ,dan publik. Keshalihan sosial dan publik akan
mewujudkan solidaritas sosial, namun hal tersebut juga tidak terlepas dari
keshalihan individu.
Solidaritas untuk Semua
Ramadhan di tengah pendemi Covid-19 atau Corona adalah
momentum untuk menggelorakan rasa
solidaritas dengan menggerakan hati kita berempati lebih kepada sesama.
Substansi dari puasa adalah bagaimana merasakan lapar dan dahaga yang telah
dirasakan saudara-saudara kita, sehingga solidaritas eksis dalam diri kita.
Wujud solidaritas misalnya dengan membantu mereka yang terkena
dampak akibat Covid-19 tersebut sesuai kemampuan dan profesi masing-masing. Bagi yang memiliki kemampuan
lebih untuk berderma bisa menyedekahkan rejeki yang dititipkan Allah SWT kepada
kita untuk orang yang membutuhkan. Semangat ini menjadii salah satu pintu dibukanya oleh Allah SWT dalam
meraih keuntungan besar dari bulan Ramadhan.
Islam sering menganjurkan umatnya untuk banyak
bersedekah. Allah SWT dan Rasul-Nya memerintahkan bahkan memberi contoh kepada
kita untuk menjadi orang yang dermawan serta pemurah. Sedekah juga bisa menjadi
modal untuk sebuah solidaritas antar sesama.
Ramadhan adalah bulan solidaritas, hal ini
karena sesuai dengan salah satu substansi spirit berpuasa, yakni melahirkan
sebuah kerukunan. Tradisi Islam mengajarkan Tri Ukhuwah, yakni Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah
Wathaniyah, dan Ukhuwah
Bashariyah/Insaniyah. Ketiga ukhuwah tersebut merupakan esensi dari Islam
itu sendiri, bahwa Islam adalah agama yang damai sekaligus mendamaikan.
Islam dengan ajarannya yang berupa puasa akan
melahirkan sebuah formulasi sendiri dalam melahirkan solidaritas atau tiga
kerukunan (ukhuwah) tersebut. Seseorang yang berpuasa
akan melahirkan simpati yang tinggi dan dihadirkan dalam sebuah tiga kerukunan
tersebut dengan mengimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Solidaritas
yang merupakan bagian dari spirit berpuasa akan memberikan dampak nilai lebih
pada manusia.
Spirit puasa Ramadhan telah memberikan suatu
pengaruh positif bagi yang menjalankannya, salah satunya bila rasa kemanusiaan
terus mengalami peningkatan. Pasalnya, peningkatan rasa kemanusiaan akan
melahirkan peningkatan solidaritas kepada sesama. Begitu pula sebaliknya, jika
puasa Ramadhan hanya lapar dan dahaga, maka tidak ada pengaruh satupun pada aspek
apapun,tentu juga tidak akan membuat rasa solidaritas tumbuh pada diri setiap
individu yang menjalankan puasa.
Maka dari itu puasa harus dikembalikan pada tiga
ranah yakni hablum minallah,
hablumninannas, dan hablumminalalam. Sehingga
spiritual puasa bisa menembus relung-relung Tuhan, Manusia dan Alam yang
akhirnya mewujudkan spiritual tinggi yang berbasis humanisme.
Leave a Comment